Pungli Berkedok Uang Komite Di Tingkat SLTA

Komisi E DPRD Riau Ancam Sidak Ke SLTA

Ilustrasi (foto) net***
MEDIATRANSNEWS, PEKANBARU - Beralihnya kewenangan pendidikan di tingkat SLTA ke provinsi, isu pungli kembali Merebak ditengah masyarakat, karena diduga pungutan yang Berkedok uang komite tersebut menambah beban bagi masyarakat khususnya kalangan miskin.

Dugaan pungli Berkedok Uang Komite tersebut kerap menjadi bahan pembicaraan di kalangan orang tua murid, karena dirasa cukup memberatkan pihak orang tua, karena diwajibkan membayar ratusan ribu rupiah setiap bulannya, terlebih pada orang tua yang berpenghasilan rendah dan anak sekolah yang lebih dari satu.

Berdasarkan pantauan wartawan aktualonline.com, di ruang komisi E DPRD Riau Kamis, (7/9/2017) atas laporan salah seorang wartawan kepada Ketua komisi E Aherson sesaat sebelum memulai rapat internal, bahwa telah terjadi pungutan dengan Berkedok uang komite di sekolah tingkat SMA di Pekanbaru akhir-akhir ini, dengan informasi hal tersebut mendapatkan persetujuan secara lisan dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau.

Berdasarkan laporan tersebut,  Ketua komisi E DPRD Riau, Aherson bersama-sama dengan beberapa anggota DPRD Riau lainnya yang tergabung dalam komisi E menanggapi perihal tersebut dengan mengatakan bahwa hal itu boleh saja dilakukan asal tidak memaksa atau menentukan tarif dan tidak tetap secara rutin.

"Komite itu kan sebenarnya adalah pihak yang mewakili masyarakat dalam menyampaikan segala bentuk keinginan atau keluhan kepada pihak sekolah. Jadi apa yang dilakukan oleh komite tentunya sudah berdasarkan kesepakatan dengan orang tua murid, asal tidak dipatok dan dipungut secara terus menerus, "katanya.

Menurutnya hal itu bisa saja terjadi di sekolah sekolah di setiap daerah,  jika anggaran operasional yang diterima sekolah dari  Bosda dan Bosnas tidak mencukupi bagi keberlangsungan proses pendidikan di sebuah sekolah.

"Permasalahan ini memang sudah kami terima berkat adanya laporan dari masyarakat, untuk itu kami sudah minta kepada dinas pendidikan provinsi Riau agar menghitung kembali jumlah seluruh murid dan anggaran yang diterima, supaya kelihatan seberapa besar anggaran yang ada, dan berapa besar kekurangan dari anggaran itu, "kata Aherson.

Menurutnya, karena anggaran yang selama ini memang tidak mencukupi dibandingkan kebutuhan murid yang mencapai Rp 2.5 juta per murid sementara anggaran yang tersedia dari Bosda maupun Bosnas hanya berkisar Rp 1.8juta, maka mau tidak mau pihak sekolah akan mengupayakan kekurangan tersebut.

Namun lagi-lagi Aherson berpendapat, bahwa sekalipun pungutan tersebut sudah melalui kajian di komite sekolah,  tetap saja hal itu tidak dibenarkan, mengingat perpres no 87 tahun 2016, disebutkan bahwa uang komite merupakan  nomor urut 2 dari 58 item yang masuk kategori pungli.

"Ya makanya itu tidak boleh dipatok atau dipaksa dan tidak dipungut secara tetap berkepanjangan. Sifatnya hanya sukarela saja,  dan tertentu saja," jelasnya.

Menurutnya, akibat Merebaknya kabar tentang pungli Berkedok Uang Komite tersebut, pihaknya dalam waktu dekat ingin melakukan Sidak ke sekolah sekolah SMA/SMK di Pekanbaru. (fs/mtn)***

Dugaan pungli Berkedok Uang Komite tersebut kerap menjadi bahan pembicaraan di kalangan orang tua murid, karena dirasa cukup memberatkan pihak orang tua, karena diwajibkan membayar ratusan ribu rupiah setiap bulannya, terlebih pada orang tua yang berpenghasilan rendah dan anak sekolah yang lebih dari satu.

Berdasarkan pantauan wartawan aktualonline.com, di ruang komisi E DPRD Riau Kamis, (7/9/2017) atas laporan salah seorang wartawan kepada Ketua komisi E Aherson sesaat sebelum memulai rapat internal, bahwa telah terjadi pungutan dengan Berkedok uang komite di sekolah tingkat SMA di Pekanbaru akhir-akhir ini, dengan informasi hal tersebut mendapatkan persetujuan secara lisan dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau.

Berdasarkan laporan tersebut,  Ketua komisi E DPRD Riau, Aherson bersama-sama dengan beberapa anggota DPRD Riau lainnya yang tergabung dalam komisi E menanggapi perihal tersebut dengan mengatakan bahwa hal itu boleh saja dilakukan asal tidak memaksa atau menentukan tarif dan tidak tetap secara rutin.

"Komite itu kan sebenarnya adalah pihak yang mewakili masyarakat dalam menyampaikan segala bentuk keinginan atau keluhan kepada pihak sekolah. Jadi apa yang dilakukan oleh komite tentunya sudah berdasarkan kesepakatan dengan orang tua murid, asal tidak dipatok dan dipungut secara terus menerus, "katanya.

Menurutnya hal itu bisa saja terjadi di sekolah sekolah di setiap daerah,  jika anggaran operasional yang diterima sekolah dari  Bosda dan Bosnas tidak mencukupi bagi keberlangsungan proses pendidikan di sebuah sekolah.

"Permasalahan ini memang sudah kami terima berkat adanya laporan dari masyarakat, untuk itu kami sudah minta kepada dinas pendidikan provinsi Riau agar menghitung kembali jumlah seluruh murid dan anggaran yang diterima, supaya kelihatan seberapa besar anggaran yang ada, dan berapa besar kekurangan dari anggaran itu, "kata Aherson.

Menurutnya, karena anggaran yang selama ini memang tidak mencukupi dibandingkan kebutuhan murid yang mencapai Rp 2.5 juta per murid sementara anggaran yang tersedia dari Bosda maupun Bosnas hanya berkisar Rp 1.8juta, maka mau tidak mau pihak sekolah akan mengupayakan kekurangan tersebut.

Namun lagi-lagi Aherson berpendapat, bahwa sekalipun pungutan tersebut sudah melalui kajian di komite sekolah,  tetap saja hal itu tidak dibenarkan, mengingat perpres no 87 tahun 2016, disebutkan bahwa uang komite merupakan  nomor urut 2 dari 58 item yang masuk kategori pungli.

 "Ya makanya itu tidak boleh dipatok atau dipaksa dan tidak dipungut secara tetap berkepanjangan. Sifatnya hanya sukarela saja,  dan tertentu saja," jelasnya.

Menurutnya, akibat Merebaknya kabar tentang pungli Berkedok Uang Komite tersebut, pihaknya dalam waktu dekat ingin melakukan Sidak ke sekolah sekolah SMA/SMK di Pekanbaru. (fs/mtn)**
TERKAIT