Terkait Perambahan Hutan Oleh PT.Hutahaean Tanpa Izin

Kajati Riau Belum Pernah Menerima SPDP Dari Kepolisian

Kantor PT. Hutahaean Group***
MEDIATRANSNEWS, PEKANBARU - Sepanjang tahun 2017 Pasca laporan LSM Koalisi Rakyat Riau ( KRR) atas 33 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Riau terduga ilegal hingga kini Polda Riau hanya mampu menjerat PT. Hutahaean salah satu perusahaan pribumi yang tergolong kecil di Provinsi Riau.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menetapkan PT Hutahaean sebagai tersangka korporasi terkait perambahan area hutan diduga tanpa izin. Luasan kawasan itu sekitar 835 hektar.

"PT Hutahean ditetapkan sebagai tersangka untuk korporasi. Sedangkan untuk perorangan belum, karena masih penyidikan," ujar Kabid Humas Polda Riau Kombes Guntur Aryo Tejo, Rabu (26/7).

Untuk mencari siapa nama pimpinan perusahaan tersebut yang akan ditetapkan, polisi melakukan pendalaman penyidikan. Ahli perkebunan dikirim ke lahan yang digarap tersebut untuk pengecekan.

"Penyidik bersama ahli tanah, lingkungan, planologi, kehutanan, hari ini ke kawasan tersebut," kata Guntur.

Kepolisian menduga, ada sekitar 835 hektar lahan digarap PT Hutahaean tanpa mengantongi izin.

"Makanya diaudit semua, itu kawasannya di Afdeling 8 di PT Hutahaean," ucap Guntur.

Kawasan itu terletak di Desa Dalu-dalu Kabupaten Rokan Hulu. Kegiatan perkebunan perusahaan diduga tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, serta tanpa izin usaha dari pemerintah setempat.

Kasus ini mencuat setelah Koalisi Rakyat Riau (KRR) melaporkan 33 perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran. Dari sederet daftar korporasi itu, tiga di antaranya sudah berstatus penyelidikan, yakni PT Perkebunan Nusantara V, PT Gandahera serta PT Seko Indah.

Sedangkan PT Hutahaean berstatus penyidikan di Polda Riau, terkait dugaan melanggar undang-undang perkebunan, karena diduga menggarap kawasan hutan tanpa izin.

Yang menarik atas kasus kehutanan ini, sesungguhnya ada puluhan bahkan ratusan perusahaan korporasi yang sangat besar yang melakukan pelanggaran yang samadaerahnya  di Riau.

Terkait hal itu,  pansus monitoring dari DPRD Riau sejak tahun 2015 lalu sudah melaporkan hal itu kepada Polda Riau, kejaksaan tinggi Riau namun tidak satu pun yang diproses oleh kepolisian, maupun kejaksaan, bahkan pihak kepolisian Polda Riau sempat mengembalikan berkas tersebut dan menyatakan tidak ditemukannya tindak pidana.

"Saya sudah coba pelajari, dan periksa berkas itu,  namun tidak ditemukan tindakan pidana. Mungkin sebaiknya yang perlu di usut adalah pelanggaran perdatanya sehingga berman faat,"  kata Kapolda Brigjen. Pol Zulkarnain, saat itu kepada media.

Belakangan pada awal tahun 2017, salah satu LSM yang menamakan diri sebagai koalisi Rakyat Riau (KRR) yang di pimpin oleh Yasin melaporkan kembali kasus kejahatan kehutanan di Riau dengan mengusung 33 perusahaan dan korporasi yang lengkap dengan bukti awal telah melakukan kepemilikan kawasan hutan dan alih fungsi lahan dengan jumlah ratusan ribu hektare.

Tak lama setelah laporan tersebut diterima oleh dirkrimsus Polda Riau, atas pertanyaan wartawan Aktual beberapa bulan yang lalu terhadap Dirkrimsus Kombes Pol. John isir diruangan kerjanya mengatakan bahwa saat itu 4 perusahaan telah masuk ketahap penyidikan.

Ke empat perusahaan yang disebut masuk pada tahap penyidikan saat itu ialah PT. Gandahera, PTPN V,  PT. Air Jernih, dan PT. Hutahaean.

Menariknya sekian lama berlalu pernyataan dirkrimsus Polda Riau tersebut ternyata tidak diketahui oleh pihak kejaksaan tinggi Riau.

Dalam konferensi pers baru baru ini di ruang penkum Kejati Riau, Kepala Kejati Riau Uung syukur dengan tegas mengatakan bahwa pihaknya hingga saat ini belum menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan ( SPDP) dari kepolisian.

"Kami tidak mengetahui sama sekali tentang proses penyidikan terhadap perusahaan perkebunan ilegal yang dilakukan oleh Polda Riau, karena hingga kini tidak ada SPDP yang masuk, "  Sebutnya.

Berdasarkan pantauan dan pengamatan oleh berbagai kalangan, termasuk LSM seperti IPSPK3 yang di pimpinan oleh Ir. Ganda Mora mengatakan bahwa tidak ada alasan pihak kepolisian tidak menjadikan ratusan perusahaan lain yang jelas jelas telah merambah hutan tanpa izin apapun.

"Sesuai dengan UU no 41 tahun 2009 tentang kehutanan menyebutkan bila mana ada bupati atau kepala daerah menerbitkan Siup diatas kawasan hutan, itu layak tersangka karena berpotensi merugikan negara. Dan UU no 32 tahun 2014 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, " Katanya.

Menurutnya kasus kehutanan di Riau semua hampir sama, yaitu melanggar undang-undang kehutanan dan itu masuk dalam tindak pidana tertentu.

"Jadi modus yang dilakukan oleh semua perusahaan yang membuka lahan tanpa izin dari kementrian kehutanan maupun lingkungan hidup sudah jelas tindak pidana dan langsung bisa ditangkap serta dijadikan tersangka, termasuk PTPN V,  Gandahera, dan PT. Air Jernih yang disebut masuk dalam penyidikan pihak dirkrimsus Polda Riau, "Katanya. (Aoc/Mtn)

TERKAIT